–DETIK-DETIK AKHIR RASULULLAH SAW <3
Dari Ibnu Mas’ud r.a., bahwasanya dia berkata:
“Ketika ajal Rasulullah saw sudah dekat,baginda mengumpulkan kami dirumah Siti Aisyah r.a. Kemudian baginda memandang kami sambil berlinang air matanya, lalu bersabda: Marhaban bikum, semoga Allah memanjangkan umur kamu semua, semoga Allah menyayangi, menolong dan memberikan petunjuk kepada kamu. Aku berwasiat kepada kamu,agar bertakwa kepada Allah. Sesungguhnya aku adalah sebagai pemberi peringatan untuk kamu. Janganlah kamu berlaku sombong terhadap Allah.”
“Allah berfirman: Kebahagiaan dan kenikmatan di akhirat kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan dirinya dan membuat kerusakan di muka bumi. Dan kesudahan syurga itu bagi orang-orang yang bertakwa.”
Kemudian kami bertanya: “Bilakah ajal baginda ya Rasulullah?”
Baginda menjawab: “Ajalku telah hampir, dan akan pindah ke hadrat Allah, ke Sidratulmuntaha dan ke Jannatul Makwa serta ke Arsyila.”
Kami bertanya lagi: “Siapakah yang akan memandikan baginda ya Rasulullah?”
Rasulullah menjawab: “Salah seorang ahli bait.”
Kami bertanya: “Bagaimana nanti kami mengafani baginda ya Rasulullah?”
Baginda menjawab: “Dengan bajuku ini atau pakaian Yamaniyah.”
Kami bertanya: “Siapakah yang menyolatkan baginda di antara kami?”
Kami menangis dan Rasulullah saw pun turut menangis.
Kemudian baginda bersabda: “Tenanglah, semoga Allah mengampuni kamu semua. Apabila kamu semua telah memandikan dan mengafaniku, maka letakanlah aku di atas tempat tidurku, di dalam rumahku ini, di tepi liang kuburku. Kemudian keluarlah kamu semua dari sisiku. Maka yang pertama-tama menyolatkan aku adalah sahabatku Jibril as. Kemudian Mikail, kemudian Israfil kemudian Malaikat Izrail (Malaikat Maut) beserta bala tentaranya. Kemudian masuklah anda dengan sebaik-baiknya. Dan hendaklah yang pertama solat adalah kaum lelaki dari pihak keluargaku, kemudian yang wanita-wanitanya, dan kemudian kamu semua.”
SEMAKIN PARAH:
Semenjak hari itu, Rasulullah saw bertambah parah sakit yang ditanggungnya selama 18 hari. Setiap hari,banyak yang mengunjungi baginda, sampailah datangnya hari Senin, disaat baginda menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Sehari menjelang baginda wafat yaitu pada hari Ahad, penyakit baginda semakin bertambah serius. Pada hari itu, setelah Bilal bin Rabah selesai mengumandangkan azannya, dia berdiri di depan pintu rumah Rasulullah, kemudian memberi salam: “Assalamualaikum ya Rasulullah?”
Kemudian dia berkata lagi: “Assolah yarhamukallah.”
Fatimah menjawab: “Rasulullah dalam keadaan sakit.”
Maka kembalilah Bilal ke dalam masjid. Ketika bumi terang disinari matahari siang, maka Bilal datang lagi ke tempat Rasulullah, lalu dia berkata seperti perkataan yang tadi. Kemudian Rasulullah memanggilnya dan menyuruh dia masuk. Setelah Bilal bin Rabah masuk,
Rasulullah saw bersabda: “Saya sekarang berada dalam keadaan sakit. Wahai Bilal, kamu perintahkan saja agar Abu Bakar menjadi imam dalam solat.”
Maka keluarlah Bilal sambil meletakkan tangan di atas kepalanya sambil berkata: “Aduhai, alangkah baiknya bila aku tidak dilahirkan ibuku?”
Kemudian dia memasuki masjid dan memberitahu Abu Bakar agar beliau menjadi imam dalam solat tersebut.
Ketika Abu Bakar r.a. melihat ke tempat Rasulullah saw yang kosong, sebagai seorang lelaki yang lemah lembut, dia tidak dapat menahan perasaannya lagi, lalu dia menjerit dan akhirnya dia pingsan. Orang-orang yang berada di dalam masjid menjadi bising sehingga terdengar oleh Rasulullah saw.
Baginda bertanya: “Wahai Fatimah, suara apakah yang bising itu?”
Siti Fatimah menjawab: “Orang-orang menjadi bising dan bingung krn Rasulullah saw tidak bersama mereka.”
Kemudian Rasulullah saw memanggil Ali bin Abi Talib dan Abbas r.a. Sambil dibimbing oleh mereka berdua, maka baginda berjalan menuju ke masjid.
Baginda solat dua rakaat. Setelah itu baginda melihat kepada orang ramai dan bersabda:
“Ya ma aasyiral Muslimin, kamu semua berada dalam pemeliharaan dan perlindungan Allah. Sesungguhnya Dia adalah penggantiku atas kamu semua, setelah aku tiada. Aku berwasiat kepada kamu semua agar bertakwa kepada Allah SWT karena aku akan meninggalkan dunia yang fana ini. Hari ini adalah hari pertamaku memasuki alam akhirat, dan sebagai hari terakhirku berada di alam dunia ini.”
MALAIKAT MAUT DATANG BERTAMU:
Pada hari esoknya yaitu pada hari Senin, Allah mewahyukan kepada Malaikat Maut supaya dia turun menemui Rasulullah saw dengan berpakaian sebaik-baiknya. Dan Allah menyuruh Malaikat Maut mencabut nyawa Rasulullah saw dengan lemah lembut. Seandainya Rasulullah menyuruhnya masuk, maka dia dibolehkan masuk. Tetapi jika Rasulullah saw tidak mengizinkannya, dia tidak boleh masuk dan hendaklah dia kembali saja.
Maka turunlah Malaikat Maut untuk menunaikan perintah Allah SWT. Dia menyamar sebagai orang biasa. Setelah sampai di depan pintu tempat kediaman Rasulullah saw, Malaikat Maut itupun berkata: “Assalamualaikum wahai ahli rumah kenabian, sumber wahyu dan risalah!”
Fatimah pun keluar menemuinya dan berkata kepada tamunya itu: “Wahai Abdullah (hamba Allah), Rasulullah sekarang dalam keadaan sakit.”
Kemudian Malaikat Maut itu memberi salam lagi: “Assalamualaikum, bolehkah saya masuk?”
Akhirnya Rasulullah saw mendengar suara Malaikat Maut itu, lalu baginda bertanya kepada puterinya Fatimah: “Siapakah yang ada di muka pintu itu?”
Fatimah menjawab: “Seorang lelaki memanggil baginda. Saya katakan kepadanya bahwa baginda dalam keadaan sakit. Kemudian dia memanggil sekali lagi dengan suara yang menggetarkan sukma.”
Rasulullah saw bersabda: “Tahukah kamu siapakah dia?”
Fatimah menjawab: “Tidak wahai baginda.”
Lalu Rasulullah saw menjelaskan: “Wahai Fatimah, dia adalah pengusir kelezatan, pemutus keinginan, pemisah jemaah dan yang meramaikan kubur.
Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Masuklah, wahai Malaikat Maut.”
Maka masuklah Malaikat Maut itu sambil mengucapkan: “Assalamualaika ya Rasulullah.”
Rasulullah saw pun menjawab: “Waalaikassalam ya Malaikat Maut. Engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?
Malaikat Maut menjawab: “Saya datang untuk ziarah sekaligus mencabut nyawa. Jika tuan izinkan akan saya lakukan. Jika tidak, saya akan pulang.”
Rasulullah saw bertanya: “Wahai Malaikat Maut, di mana engkau tinggalkan kecintaanku Jibril?”
Jawab Malaikat Maut: “Saya tinggal dia di langit dunia.”
Baru saja Malaikat Maut selesai bicara, tiba-tiba Jibril a.s. datang lalu duduk disamping Rasulullah saw. Maka bersabdalah Rasulullah saw: “Wahai Jibril, tidakkah engkau mengetahui bahwa ajalku telah dekat?”
Jibril menjawab: “Ya, wahai kekasih Allah.”
KETIKA SAKARATUL MAUT:
Seterusnya Rasulullah saw bersabda: “Beritahu kepadaku wahai Jibril, apakah yang telah disediakan Allah untukku di sisiNya?”
Jibril pun menjawab: “Bahwasanya pintu-pintu langit telah dibuka, sedangkan malaikat-malaikat telah berbaris untuk menyambut rohmu.”
Baginda saw bersabda: “Segala puji dan syukur bagi Tuhanku. Wahai Jibril, apa lagi yang telah disediakan Allah untukku?”
Jibril menjawab lagi: “Bahwasanya pintu-pintu Syurga telah dibuka, dan bidadari-bidadari telah berhias, sungai-sungai telah mengalir, dan buah-buahnya telah ranum, semuanya menanti kedatangan rohmu.”
Baginda saw bersabda lagi: “Segala puji dan syukur untuk Tuhanku. Beritahu lagi wahai Jibril, apa lagi yang disediakan Allah untukku?”
Jibril menjawab: “Aku memberikan berita gembira untuk tuan. Tuanlah yang pertama-tama diizinkan sebagai pemberi syafaat pada hari kiamat nanti.”
Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Segala puji dan syukur aku panjatkan untuk Tuhanku. Wahai Jibril beritahu kepadaku lagi tentang kabar yang menggembirakan aku.”
Jibril a.s. bertanya: “Wahai kekasih Allah, apa sebenarnya yang ingin tuan tanyakan?”
Rasulullah saw menjawab: “Tentang kegelisahanku. Apakah yang akan diperoleh oleh orang-orang yang membaca Al-Quran sesudahku? Apakah yang akan diperoleh orang-orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan sesudahku? Apakah yang akan diperoleh orang-orang yang berziarah ke Baitul Haram sesudahku?”
Jibril menjawab: “Saya membawa kabar gembira untuk baginda. Sesungguhnya Allah telah berfirman: Aku telah mengharamkan Syurga bagi semua Nabi dan umat, sampai engkau dan umatmu memasukinya terlebih dahulu.”
Maka berkatalah Rasulullah saw: “Sekarang, tenanglah hati dan perasaanku. Wahai Malaikat Maut dekatlah kepadaku.” Lalu Malaikat Maut pun mendekati Rasulullah saw
Ali r.a. bertanya: “Wahai Rasulullah saw, siapakah yang akan memandikan baginda dan siapakah yang akan mengafaninya?”
Rasulullah menjawab: “Adapun yang memandikan aku adalah engkau wahai Ali, sedangkan Ibnu Abbas menyiramkan airnya dan Jibril akan membawa hanuth (minyak wangi) dari dalam Syurga.”
Kemudian Malaikat Maut pun mulai mencabut nyawa Rasulullah saw. Ketika roh baginda sampai di pusat perut, baginda berkata: “Wahai Jibril, alangkah pedihnya maut.”
Mendengar ucapan Rasulullah itu, Jibril a.s. memalingkan mukanya. Lalu Rasulullah saw bertanya: “Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka memandang mukaku?”
Jibril menjawab: “Wahai kekasih Allah, siapakah yang sanggup melihat muka baginda, sedangkan baginda sedang merasakan sakitnya maut?”
Akhirnya roh yang mulia itupun meninggalkan jasad Rasulullah saw.
KESEDIHAN SAHABAT:
Berkata Anas r.a.:
“Ketika aku lalu di depan pintu rumah Aisyah r.a., aku terdengar dia sedang menangis sambil mengatakan: Wahai orang-orang yang tidak pernah memakai sutera, wahai orang-orang yang keluar dari dunia dengan perut yang tidak pernah kenyang dari gandum, wahai orang-orang yang telah memilih tikar daripada singgahsana, wahai orang-orang yang jarang tidur diwaktu malam karena takut Neraka Sa’ir.”
Dikisahkan dari Said bin Ziyad dari Khalid bin Saad, bahwasanya Muaz bin Jabal r.a.telah berkata: “Rasulullah saw telah mengutusku ke Negeri Yaman untuk memberikan pelajaran agama di sana. Maka tinggallah aku di sana selama 12 tahun. Pada satu malam aku bermimpi dikunjungi oleh seseorang. Kemudian orang itu berkata kepadaku: “Apakah anda masih terlena tidur juga wahai Muaz, padahal Rasulullah saw telah berada di dalam tanah?”
Muaz terbangun dari tidur dengan rasa takut, lalu dia mengucapkan: “A’uzubillahi minasy syaitannir rajim.”
Lalu setelah itu dia mengerjakan solat.
Pada malam selanjutnya, dia bermimpi seperti mimpi malam yang pertama.
Muaz berkata: “Kalau seperti ini, bukanlah dari syaitan.”
Kemudian dia memekik sekuat-kuatnya, shg didengar sebagian penduduk Yaman. Pada keesokan harinya,orang ramai berkumpul lalu Muaz berkata kepada mereka:
“Malam tadi dan malam sebelumnya saya bermimpi yang sukar untuk difahami. Dahulu, bila Rasulullah saw bermimpi yang sukar difahami, baginda membuka Mushaf (al-Quran). Maka berikanlah Mushaf kepadaku.”
Setelah Muaz menerima Mushaf,lalu dibukanya. Maka nampaklah firman Allah yang artinya:
“Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati pula.”
(Surah Az-Zumar: ayat 30)
Maka menjeritlah Muaz, sehingga dia tidak sadarkan diri. Setelah dia sadar kembali, dia membuka Mushaf lagi dan dia nampak firman Allah yang berbunyi:
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu akan berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka dia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada orang-orang yang bersyukur?”
(Surah Al-lmran: ayat 144)
Maka Muaz pun menjerit lagi: “Aduhai Abal-Qassim. Aduhai Muhammad.”
Kemudian dia keluar meninggalkan Negeri Yaman menuju ke Madinah. Ketika dia akan meninggalkan penduduk Yaman, dia berkata:
“Seandainya apa yang ku lihat ini benar, maka akan meranalah para janda, anak-anak yatim dan orang-orang miskin, dan kita akan menjadi seperti biri-biri yang tidak ada pengembala.”
Kemudian dia berkata: “Aduhai, sedihnya berpisah dengan Nabi Muhammad saw.”
Lalu dia pun pergi meninggalkan mereka. Di saat dia berada pada jarak lebih kurang tiga hari perjalanan dari Kota Madinah, tiba-tiba terdengar olehnya suara halus dari tengah-tengah lembah yang mengucapkan firman Allah yang artinya: “Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati.”
Lalu Muaz mendekati sumber suara itu. Setelah berjumpa,Muaz bertanya kepada orang tersebut: “Bagaimana khabar Rasulullah saw?”
Orang tersebut menjawab: “Wahai Muaz, sesungguhnya Muhammad saw telah meninggal dunia.”
Mendengar ucapan itu, Muaz terjatuh dan tak sadarkan diri. Lalu orang itu menyadarkannya. Dia memanggil Muaz: “Wahai Muaz, sadarlah dan bangunlah.”
Setelah Muaz sadar kembali, orang tersebut lalu menyerahkan sepucuk surat untuknya yang berasal dari Abu Bakar As-siddiq, dengan cop dari Rasulullah saw. Tatkala Muaz melihatnya, dia lalu mencium cop tersebut dan diletakkan di matanya. Kemudian dia menangis tersedu-sedu.
Setelah puas dia menangis, dia pun melanjutkan perjalanannya menuju Kota Madinah. Muaz sampai di Kota Madinah pada waktu fajar menyingsing. Didengarnya Bilal sedang mengumandangkan azan Subuh. Bilal mengucapkan: “Asyhadu Allaa Ilaaha Illallah?”
Muaz menyambungnya: “Wa Asyhadu Anna Muhammadur Rasulullah.”
Kemudian dia menangis dan akhirnya dia jatuh dan tak sadarkan diri lagi.
Pada saat itu, di samping Bilal bin Rabah ada Salman Al-Farisy r.a. lalu dia berkata kepada Bilal: “Wahai Bilal, sebutkanlah nama Muhammad dengan suara yang kuat dekatnya. Dia adalah Muaz yang sedang pingsan.”
Setelah Bilal selesai azan, dia mendekati Muaz, lalu dia berkata: “Assalamualaika, angkatlah kepalamu wahai Muaz, aku telah mendengar dari Rasulullah saw, baginda bersabda: Sampaikanlah salamku kepada Muaz.”
Maka Muaz pun mengangkatkan kepalanya sambil menjerit dengan suara keras, sehingga orang-orang menyangka bahwa dia telah menghembuskan nafas yang terakhir.
Kemudian dia berkata: “Demi ayah dan ibuku, siapakah yang mengingatkan aku pada baginda, ketika baginda akan meninggalkan dunia yang fana ini, wahai Bilal ?
Marilah kita pergi ke rumah isteri baginda Siti Aisyah r.a.”
Setelah sampai di depan pintu rumah Siti Aisyah, Muaz mengucapkan: “Assalamualaikum ya ahlil bait, wa rahmatullahi wa barakatuh.”
Yang keluar ketika itu adalah Raihanah, dia berkata: “Aisyah sedang pergi ke rumah Siti Fatimah.”
Kemudian Muaz menuju ke rumah Siti Fatimah dan mengucapkan: “Assalamualaikum ya ahlil bait.”
Siti Fatimah menyambut salam tersebut, kemudian dia berkata:
“Rasulullah saw bersabda: Orang yang paling alim di antara kamu tentang perkara halal dan haram adalah Muaz bin Jabal. Dia adalah kekasih Rasulullah saw.”
Kemudian Fatimah berkata lagi: “Masuklah wahai Muaz.”
Ketika Muaz melihat Siti Fatimah dan Aisyah r.a., dia terus pingsan dan tak sadarkan diri. Setelah dia sadar, Fatimah lalu berkata kepadanya:
“Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: Sampaikanlah salam saya kepada Muaz dan kabarkan kepadanya bahwasanya dia kelak dihari kiamat sebagai imam ulama.”
Kemudian Muaz bin Jabal keluar dari rumah Siti Fatimah menuju ke arah kubur Rasulullah saw.
Abu Bakar lalu berlutut di samping kursi.Tangannya membuka kain penutup wajah Nabi. Beberapa saat lamanya ia terpaku memandang wajah Nabi yg indah. Abu Bakar menarik nafas panjang sambil berbisik
“Wahai junjunganku. Alangkah tampan wajahmu ketika masih hidup dan alangkah tampan wajahmu ketika mati. Seandainya engkau tidak melarang, tentu aku meratapimu lantaran beratnya akan perpisahan ini.
Titisan air mata mengalir membasahi pipi dan janggutnya. Dia kini menyaksikan sendiri, Betapa Rasul yang amat dicintainya telah kembali ke hadirat Ilahi. Tiba-tiba dia teringgat kepada Umar lalu berkata:
“Demi Allah, tidak akan ada dua kematian kepadamu,ya Rasulullah”.
Ditutup kembali kain panjang itu ke kepala baginda yang mulia, Abu Bakar kemudian bangun dan melangkah keluar dengan tenang. Ia menjumpai Umar Al Khatab dan menerangkan keadaan yang sebenarnya. Abu bakar terus melangkah ketempat Umar. Dari jauh Abu bakar melihat Umar yang tinggi tegap, bediri di bawah terik matahari. Orang banyak bertanya-tanya kebinggunan. Apakah benar berita yang mereka dengar?. Atau apa Umar yang benar?
Abu Bakar tahu perasan Umar yang tidak dapat menerima kehilangan Rasul. Dia sendiri sedang bergelut dengan kesedihan yang amat dalam. Lalu dia pun berseru dengan nyaring. Seruan itu ditujukan kepada semua yang hadir terutama kepada Umar.
“Barang seiapa menyembah Nabi Muhammad ,sesungguhnya Rasulullah benar-benar telah wafat. Dan barang siapa menyembah Allah, maka Allah tidak pernah mati dan abadi selama-lamanya.”
Kemudian beliau membacakan sebuah firman Allah dalam Al-Quran:
“Dan tidaklah Muhammad itu kecuali seorang Rasul. Sudah berlalu rasul-rasul lain sebelumnya. Kerana itu, Apakah jika Muhammad meninggal dunia atau terbunuh, kamu akan murtad dan kembali kepada agama nenek moyang kamu?. Sungguh barang siapa murtad kembali kepada agama nenek moyang, tidak sedikit pun menimbulkan kerugian kepada Allah SWT.Dan Allah akan menganjarkan pahala bagi orang-orang yang bersyukur.”
(Ali Imran:144)
Tiba-tiba …Umar terjatuh lemah di atas kedua lututnya. Tangannya menjulur kebawah bagaikan kehabisan tenaga. Keringat dingin membasahi seluruh badanya. Bagaikan baru hari itu dia mendengar ayat yang sudah lama disampaikan oleh Rasul kepada mereka. Kini hatinya benar-benar tersentak. Tidak ada alasan lagi untuk dia menolaknya. Bukankah ia keluar dari mulut ‘As Siddiq’,orang benar lagi membenarkan!
“Oh benarlah baginda telah pergi untuk selama-lamanya. Kau pergi meninggalkan kami yang amat mencintaimu,” rintih hati Umar.
Dan tangis kecintaan tersebut terus merambat ke hati para sahabat dan ke seluruh hati umat sehingga akhir zaman. Kecintaan orang beriman kepada Rasulnya yang tidak pernah putus sekalipun oleh kematian karena kecintaan atas dasar iman itu tetap lestari dan abadi.
Baginda telah berangkat dengan tenang meninggalkan umatnya yang telah dibekalkan dengan panduan hidup yang kukuh yaitu dua pusaka,Al-Quran dan sunnah. Dan tidak sesat umatnya apabila tetap berpegang teguh kepada dua pusaka tersebut.
“Aku tinggalkan kepada mu dua pekara, barangsiapa berpegang kepada kedua-duannya, tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku.”
(Riwayat Ibnu Abdi Bar)